Langsung ke konten utama

Panen, Justru petani Menjerit ?

Oleh: Arnold C. Turang,SP.

Pengalaman Penulis saat di Pinogaluman

Pengalaman petani ini bisa dimaklumi, sebab apa yang mereka ungkapkan adalah pengalaman mereka yang sudah cukup lama mereka alami dan sudah menjadi kebiasaan di desa mereka. Ketika penulis bertemu dengan kepala desa ternyata apa yang diungkapkan oleh 2 petani lain, saat ketemu dengan penulis benar, bukan sekedar ungkapan kekecewaan belaka.

Ketika itu, penulis sedang mencari data untuk keperluan penyusunan peta kesesuaian lahan untuk daerah baru Bolaang Mongondouw Barat. Kami melakukan penelusuran di kecamatan Pinogaluman. Dimana daerah ini termasuk potensi untuk padi sawah karena sesuai dengan peta ZAE semi detil 1:50.000, termasuk pada landform group marin, punggung dan cekungan pasir subresen, dengan luas 329 ha tanah sawah aluvium marin. Jadi pantaslah jika petani berusahatani padi sawah dan pengusaha gilingan mencermati hal ini sebagai peluang bisnis yang harus digarap.

Didaerah ini terdapat beberapa gilingan padi yang sudah berada di sawah. Petani rata-rata berusahatani padi sawah, sehingga dengan kehadiran gilingan padi merupakan berkah bagi petani karena tidak lagi memerlukan tempat penjemuran dan tidak bersusah-susah untuk mencari tempat mengolah padi menjadi beras. Kalau kondisi ini berjalan sesuai yang diharapkan.

Namun kehadiran gilingan ditengah-tengah sawah di kecamatan mereka bukan menjadi berkat tapi menjadi bencana terselubung bagi petani. Karena petani saat panen sudah harus melepaskan hasilnya pada gilingan, dengan harga yang hanya menguntungkan sepihak saja. Ini sepihak karena petani sudah harus melepaskan hasilnya sebab petani tinggal menganti beras, uang, yang telah diambil duluan sebelum menanam (Ijon). Ini terjadi bila petani kekurangan uang untuk biaya usahatani dan terpaksa menerima beras dolog yang dipinjamkan gilingan akibat paceklik.

Kenyataan ini sudah berlangsung cukup lama di seputaran kecamatan ini. Dan dari hasil penelusuran selama melakukan survei di Bolaang Mongondou barat (calon kabupaten baru) mulai dari kecamatan Sangkup sampai Pinogaluman,rata-rata gilingan menerapkan pola usaha seperti yang dialami petani di Pinolgaluman. Setelah ditelusuri lebih jauh soal praktek ini apakah pemerintah mengetahui, petani justru tertawa karena yang menginformasikan termasuk pemerintah sendiri (Kepala Desa). Pemerintah setempat relatif tidak berdaya mengingat petani sangat gampang mendapatkan uang dan beras saat membutuhkan walaupun dengan bunga yang sangat tinggi.

Belajar Pengalaman Minahasa Dulu

Beras merupakan kebutuhan pokok yang sejak jaman nenek moyang dulu. Beras yang sejak lama telah merupakan daya pikat utama dan menjadi lambang kemakmuran orang-orang Batasaina atau Minahasa Purba, menjadi primadona komoditi eksport rebutan bangsa-bangsa asing itu; namun beras itu pula yang menjadi sumber malapetaka bagi seluruh penduduk dijaman itu Pedagang-pedagang Portugis telah mengikat seluruh walak dengan sistim target yang harus dicapai dan dipenuhi setiap  musim panen. Target yang kurang, menjadi tunggakan yang harus ditebus pada  musim panen berikutnya. (Yrenzo 1645 dalam Palar 2007 ).

Dari catatan sejarah orang Minahasa termasuk Bolaang Mongondouw, sudah sejak lama mengusahakan sawah sebagai sumber penghasilan utama. Sehingga dijaman itu, nenek moyang Minahasa terkenal ketahanan pangan mereka dan budaya menyimpan untuk masa depan.  Mereka memiliki lumbung padi tempat penampungan padi bila panen. Sehingga tidak jarang mereka mampu menyekolahkan anak sampai menjadi Profesor hanya dari penyisihan hasil usahatani.

Ke unggulan orang Minahasa dahulu terletak pada motivasi dan kepinteran menerawang resiko yang bakal mengancam kelak bila paceklik menerjang. Mereka membuat lumbung padi untuk penampungan saat padi berlimpah, mereka membentuk kelompok untuk membuat lumbung dan mengerjakan usahatani. Jadi pintu air pemasukkan lebih besar dari pada pintu air pengeluaran. Jika musim panen tiba masyarakat membuat pesta besar berhari-hari tanpa mengabaikan menyimpan di lumbung.

Namun sangat ironis karena ini berlangsung dijaman lontar (sejenis tanaman yang digunakan untuk mencatat), uang yang masih disimpan dibawah bantal dan bawah tempat tidur. Sementara sekarang dijaman computer, internet, digital, diposito, justru petani menjerit disaat panen.

Pentingnya Kelembagaan Tani di Kembangkan

Kegagalan implementasi agribisnis saat ini seperti yang di kemukaan Pantjar (2004) harus di hadapi dengan membangun hubungan fungsional diantara setiap tingkatan usaha penggerak agribisnis. Perlu menjalin sinergis dengan asosiasi pengusaha horizontal. Sehingga permasalahan yang dikemukakan pengalaman petani Pinogaluman tereliminer.

Kelembagaan kelompok tani perlu di gerakkan kembali dengan membangunya secara partisipatif. Artinya biar petani sendiri yang membentuk dan menjalin hubungan mereka dan pemerintah menfasilitasi sesuai pola pengembangan mereka dengan pendekatan-pendekatan yang ada. Menata kembali fungsi-fungsi kelembagaan usahatani di desa, dengan mengaktifkan kelompok-kelompok tani yang telah terbentuk dengan pendekatan personal petani.

Model pendekatan personal, dimana dengan aktifitas petani yang ada digerakkan dan dimotifasi, sesuai dengan profesi dan keterampilannya. Jadi masing masing petani dengan keberbagaian keterampilan dan jenis usaha, di gerakkan dari keterampilan yang dia miliki. Permasalahan yang dia temukan dalam usahanya dia bawah untuk diseringkan dengan anggota kelompok lain yang tergabung dalam kelompok tani mereka.

Berangkat dari permasalahan di Pinogaluman, maka secara implisit dapat dikatakan bahwa yang menjadi penyebab utama adalah petani tidak ada cadangan biaya untuk keberlanjutan usahatani beberapa bulan kedepan, dan cadangan pangan untuk keluarga. Untuk itu mencermati permasalahan tersebut, perlu dikembangkan usaha simpan pinjam didalam kelembagaan kelompok sesuai dengan sistem didesa untuk membantu anggota kelompok.

Selain usaha simpan pinjam, perlu dikembangkan juga pengalaman nenek moyang dahulu, dengan membuat lumbung cadangan makanan disaat paceklik, yang harus dibangun melalui kerjasama kelompok tani.

Penutup.

Belajar dari pengalaman yang telah di alami oleh beberapa petani di kecamatan Pinogaluman, calon Kab. Bolmong Barat, diharapkan akan memberikan pencerahan bagi kita untuk lebih memberikan perhatian bagi anggota keluarga kita yang di pedesaan yang masih dieksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertangung jawab.

Selain itu menjadi bahan kajian untuk lebih diselami permasalahan pokok yang ada di Pinogaluman yang menyebabkan petani menjerit akibat penerapan bagi hasil gilingan dengan petani. Kemudian perlu dikaji lagi tentang peran pemerintah (penyuluhan pertanian) dalam memberdayakan petani di daerah-daerah yang kurang informasi.

Diangkat dari Look Book
Kinerja saat survei AEZ di Bolmong
Maret, 2007

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pedoman Budidaya Krisan (Chrysanthemum morifolium)

Teknik Perbanyakan Tanaman Tanaman Krisan, dapat diperbanyak dengan: Menggunakan anakan tanaman (seperti pada Krisan Kulo dan Riri. Stek Pucuk atau stek batang. Melalui Kultur Jaringan Teknik perbanyakan disesuaikan dengan kondisi dan varietas serta tujuan produksi bunga. Kebun Induk Jarak tanam yang umum untuk tanaman Induk Krisan adalah 10 x 13 cm dan 13 x 13 cm. Pemupukan dengan pupuk cair 200 ppm N dan 200 ppm K serta berikan penambahan cahaya sekuat100 lux dengan lampu pijar atau TL yang diperlukan terus menerus selama 3-5 jam di tengah malam. Setelah bibit tumbuh tegak kira-kira umur 2 Minggu, lakukan pemangkasan (Pemotesan) pucuk, guna meransang pertumbuhan tunas, calon stek tanaman baru. Stek di kebun bibit harus diambil sesering mungkin agar tanaman induk tidak akan cepat rusak. Untuk tanaman Krisan Standar yang toleran hari netral seperti Riri dan Kulo, bibit yang berasal dari anakan sangat cocok untuk usahatani skala kebutuhan harian, karena bung

Penyuluh Sebagai Ujung Tombak Pembangunan Pertanian

Oleh: Arnold C. Turang,SP.  Predikat yang sangat mulia ketika kita menyandang gelar sebagai " Penyuluh ". Penyuluh secara harafia dari kata "suluh" yang bermakna sebagai seberkas cahaya yang menjadi harapan baru ditengah kegelapan. Sehingga mereka yang berada dikegelapan mendapatka sukacita baru dengan hadirnya "Suluh" sebagai sarana untuk saling melihat satu dan yang lain, mengetahui satu dengan yang lain dan berbagi berkat ketika "suluh" itu hadir di kegelapan. "Ujung tombak" : ombak suatu alat yang dilempar dengan kekuatan penuh, dengan bagian ujungnya besi yang sengaja di tajamkan. Bila mengenai sebuah sasaran pasti akan tertancap  bagus. Dalam benak kita mendengar kata ini, adalah tajamnya, bila itu mengenai kita. Bermaknakan penguasaan IPTEK bertalian dengan pembangunan pertanian yang akan dimasukan dalam kegelapan. Penyuluh Pertanian Sebagai Ujung Tombak Pembangunan, merupakan pertalian kata yang indah dan e

"Aneka Produk Olahan dari Buah Pepaya"

Pepaya Carica papaya L. merupakan tanaman yang banyak tersebar diberbagai negara tropis termasuk Indonesia. Buah dari tanaman ini tergolong buah yang populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Rasanya manis dan menyegarkan karena mengandung banyak air. Daging buah lunak dengan warna merah atau kuning.  Buah pepaya selain dapat dimakan sebagai buah segar, juga dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Buah pepaya yang matang berkhasiat sebagai pelancar sistem pencernaan.  Buah pepaya digemari selain harganya murah, kandungan gizinya tinggi setiap 100 gr buah pepaya mengandung 12,4 gr karbohidrat, 23 mg kalsium, 12 mg phosphor, 1,7 mg besi, 110 mg retinol, 0,04 mg thiamin dan 78 mg vitamin C. Buah papaya siap dipanen 163 hari setelah bunga mekar atau setelah kulit buah berwarna merah 25-30%. Daya simpan buah papaya singkat, pada tingkat ketuaan star 5 buah papaya Bangkok akan matang penuh setelah dua hari dipanen dengan daya simpan 4 hari pada penyimpanan suhu