Oleh Arnold C. Turang. 07:49
05/11/17
Pantaslah
bila saya sampaikan terima kasih pada Pramoedya Ananta Toer, betapa tidak
tulisan beliau ini “ Orang boleh pandai setinggi langit, namun selama tak
menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan arus pusaran sejarah." Itu setelah saya baca begitu kuat mengingatkan
saya untuk belajar menulisakan pengalaman dalam melaksanakan tugas dan kerja
serta ditengah keluarga. Soal bagus tidak, yang penting tuangkan dahulu ide dan
pengalaman.
Dari ide itulah,
saya mencoba menggalinya melalui pengalaman yang terjadi pada Jumat 27 Nopember 2017. Ketika itu
saya dan Mama Alfa sedang menuju kantor. Saat meluncur dari Paslaten ke Kalasey.
Jarak ini, biasanya kami harus tempuh dengan menghabiskan waktu sekitar 45
menit.
Maklum
karena daerah Paslaten pada ketinggian 600-750 meter dari permukaan laut
(mdpl). Sehingga bila meluncur ke Kalasey, yang berada di pesisir pantai
Kalasey dengan ketinggian sekitar 40-50 mdpl, tidak begitu lama. Dan itu bila
kondisi alam baik dan carut-marut kesibukan jalan di jam 06.30 masih lengang.
Ketika
kami berjalan sekitar 30.09 menit, canda kami dalam mobil Kijang K-5, terhenti,
karena ma’ma Alfa terhentak mendengar sayub bunyi handphon Nokia dengan nada dering Ave Maria: “ya, kami masih di
jalan, bu” Hiasinta: “bisa saya bicara dengan Arnold dst...”. hand phon segera diulurkan Ma’ma Alfa
dan saya menyambutnya: “ya, bu....” ternyata kepala Balai Dr.Ir. Hiasinta “coba
kamu ambil posisi dan berhenti sejenak, ya” Saya, “siap bu...” Hiasinta:
“Arnold, saya ada ambil padi merah, padi Tarabas, dan padi Pulo, waktu melihat
teman-teman menanam di lokasi pak Gubernur. Kamu siapkan untuk ditanam hari
ini, ya.” Saya: “siap bu”. Hiasinta: “itu padi baru, hanya sedikit yang saya
ambil dari bibit yang di tanam di lahan Pak Olly Dondokambey (Gubernur
Sulut)....tolong ditanam ya.” Saya : “siap bu, akan saya persiapkan, untuk
ditanam sekarang,bu”.
Demikian
cuplikan kronologis perintah pimpinan untuk melaksanakan pekerjaan. Sebagai
ASN, Aparatur Sipil Negara, yang komitmen dengan tanggung jawab. Maka jawaban
yang diadopsi pada TNI, kata: “Siap”. Kala itu, saat dipercayakan sebagai
Koordinator Kegiatan M-KRPL tahun 2011-2014, oleh Ir.Bahtiar,MS. beliau sebagai
Kepala BPTP Sulawesi Utara, sebelum digantikan oleh Dr.Ir.Abdul Wahid Rauf,MS.
dan saat ini digantikan lagi oleh Dr. Ir. Hiasinta F.J. Motulo,MSi., penulis
sering ditugaskan beliau menjadi narasumber. Baik dalam kelas dan lapangan
terkait dengan kegiatan m-KRPL dan UPSUS Pajale.
Bersama
TNI, banyak pelajaran disiplin yang didapat bersama mereka termasuk yang saya
maksudkan”jawaban spontan TNI, bila Menerima Perintah- ‘Siap’”. Demikian bila
melakukan satu pekerjaan.
Karena
pengalaman itu saya alami ketika ditugaskan untuk mewakili pimpinan (Bahtiar), berdiskusi
terkait pembuatan kurikulum pengajaran pada Mobile Training Team (MTT) TNI yang jumlahnya ada 300 Babinsa
( Bintara Pembina Desa). Saat itu, koordinator Pelatihan Pertanian dari Mabes
TNI, Kolonel Latif. Terkait strategi melatih 300 babinsa dengan kegiatan proses
produksi tanaman hulu hilirnya. Kolonel Latif: “pak Arnold, apa bisa mengajar
300 prajurit saya?,” saya: bisa pak. Apa materi bapak sudah simulasikan. Berapa
jam setiap step materi kamu?.
Saya
terperanga sambil bingung berpikir dan dengan tegas menjawab beliau “siap”,
dengan sedikit canda, tapi pikiran mutar dan teringat pelajaran waktu di
tingkat SPMA. Kami diajar saat di bangku SPMA, bagai mana hadapi ujian
identifikasi. Para siswa harus mengidentifikasi 20-50 jenis tanaman, alat
pertanian, mahluk hidup dan lain-lain yang dikerjakan setiap 2 menit menulis
dalam kertas dan bergeser lagi di media lain.
Jawaban
tegas “siap” ke Kolonel Latif, karena sudah ada strategi melakukan kegiatan
mengajar, yang diterapkan dengan membawa 6 teman tim kerja dan dibagi disetiap
step kegiatan pertanian. sehingga 300 pasukan dibagi 6 kelompok dan digilir
setiap simpul ada 20 menit baru bergeser ke simpul lain. Maka, pasti akan dapat
diselesaikan dalam 2 jam pelajaran yang diberikan panitia.
Kembali
pada jawaban tegas dan siap, ke kepala Balai ketika menerima telephonya, untuk
menanam padi baru. Kebiasaan itu adalah kebiasaan yang sdikit diadopsi saat
bersama TNI-AD dalam bersama pendampingan kegiatan m-KRPL dan Upsus Pajale di
lapangan.
Setelah
menerima telephon itu, otak berputar berpikir. Karena sejak Kamis, kami sudah
membuat surat ijin pengurusan BPJS di kota Tomohon pada hari Jumat. Memang
menurut bagian kepegawaian, terkait dengan pengurusan BPJS, ada dispensasi
khusus dari pimpinan untuk melakukan ijin. Sehingga pada Kamis, dengan
sepengetahuan TU (Hartin Kasim), surat tugas telah dibuat dan ditanda tangani.
Seharusnya
kami tidak lagi ke kantor, karena sudah ada iji. Namun untuk memiliminer tanggapan
teman-teman, ya penulis dan istri ( Ma’ma Alfa) sepakat untuk melakukan absen
sidik dulu, baru mengurus BPJS. Memang bukan hanya BPJS yang akan diurus,
karena hari Jumat itu, akan mengurus administrasi anak kami Alfa di sekolah dan
menghadiri pemakanam Tante, Kakak dari Orang tua yang meninggal, saat itu.
Segala
sesuatu telah diatur oleh Sang Khalik, itu selalu yang kami bangun dengan
keluarga kami. Syukur kepada Allah, setelah kami berada dekat kantor, kami
berpapasan dengan kepala Balai yang sedang menuju Bolmong untuk pertemuan
dengan TNI-AD, dalam rangka Rakor Upsus Pajale Percepatan Luas tambah Tanam
(LTT) padi sawah jagung dan kedelai. Karena beliau (Dr.Ir. Hiasinta
F.J.Motulo,MSi.) selaku koordinator untuk wilayah Bolmong Raya terkait dengan
Upsus Pajale.
Kami
masuk halaman kantor, dalam benak penulis, mengolah lahan terlebih dahulu dan
biar nanti di bibitkan dirumah baru dibawah tanam setelah 15 hari disemai
dirumah, sesuai prosedur PTT. Eh, ternyata yang ada bibit tanaman siap tanam.
Bahkan bibit sudah beberapa lama dicabut dan belum sempat tanam. Sehingga warna
mulai menguning dan terancam mati, bila belum ditanam.
Setelah
memarkir kendaraan, segera mencari pacul dan mengajak petugas Satpan untuk
membantu persiapkan lahan. Sementara teman-teman sedang berteriak-teriak karena
sedang asik berolah raga. Sementara saya Satpan dan Istri mengambil gambar saat
kami sedang bekerja. Peluh mengalir deras bagaikan orang sedang bersenam juga.
Sementara teman-teman lain nonton saja ketika kami sedang bekerja. Rasanya sifat
toleransi, mulai terkikis di kantor. Sehingga seolah-olah, siapa yang
diperintah pimpinan, itu adalah ganjaran. Tidak bagiku, bagiku, perintah
pimpinan adalah berkah tersendiri dan harus dihadapi selesaikan demi tugas
sebagai bawahan yang harus bantu pimpinan.
Dengan
Satpan, kami persiapkan lahan untuk penanaman padi. Diambil Satpan pupuk
kandang sapi yang telah diolah teman-teman, lalu dihamburkan dalam petakan
sawah contoh di depan kantor. Sambil mengambil pupuk si Satpam, saya membalik
dan mengolah meratakan lahan agar menjadi becek untuk siap ditanami padi yang
dibawah pimpinan untuk dijadikan petak contoh padi baru di kantor.
Sekitar
jam 12.00, lahan telah siap tanam. Setelah diskusi dengan Satpan, bahwa
penanaman nanti sore. Hal ini dilakukan agar urusan pokok yang saya akan
lakukan di Tomohon dapat diselesaikan dengan tidak melalaikan tugas yang
diperintahkan pimpinan untuk dikerjakan. Puji Syukur Alham dulilah pada Tuhan,
satpam setuju, dan ada telephon dari kakak di Tondano, bahwa tante kami nanti
dikubur pada Sabtu besok. Kami boleh melakukan pengurusan BPJS dan Administrasi
sekolah anak kami di Tomohon.
Setelah
menyelesaikan pekerjaan di pengurusan BPJS dan anak kami di sekolahnya, kami
kembali ke kantor. Kami melakukan penanaman padi bersama Satpan Marlon dan
Sonny Arifin serta Rauf Olii. Sementara istri terus mengambil dokumentasi kami
menanam padi. Foto hasil potretan langsung di Whats Apps (WA) di group BPTP
Sulut dan mendapat tanggapan positif dari pimpinan.
Terima
kasih Padi Unggul Baru: Padi Pulo, Padi Hitam, Padi Unggu, karena engkau telah
memberikan pengalaman baik pada saya dalam bekerja. Selamat menikmati tempat
baru saudarahku padi, bertumbuhlah dan berilah kami buah yang baik. Untuk kami
perbanyak lagi saudara-saudaramu untuk membantu kami dalam kecukupan pangan.
(*arnold/10/2017 18.18).
Komentar
Posting Komentar